Sebuah
kisah nyata penulis, yang terjadi sejak kurang lebih tujuh tahun yang lalu saat
penulis mulai mengenal sesuatu yang tidak disukai sesuatu yang ada di hidup
ini. Kebencian melanda hingga sekarang dan pola yang dulu dialami pun terulang.
Entah apa penyebabnya, tapi ini nyata.
Ketidak
sukaanku berawal ketika tamat SD. Aku ingin sekali melanjutkan pendidikanku di
sekolah favorit di kabupatenku. Tentu, karena SD ku berada di desa. Setidaknya ingin
merasakan sekolah di pusat keramaian. Aku pun tidak menginginkan sekolah di
sebuah lembaga yang kurang favorit di kabupatenku.Aku mulai mengincar dua SMP
idola di kabupatenku ini (mungkin yang berada sekabupaten denganku tahu). Aku pun
sudah mengambil formulirnya. Sudah mengisi hingga menempel foto. Tapi, orang
tuaku pun berubah pikiran, di hari terakhir pendaftaran, aku mendaftar bukan di
SMP yang kuinginkan tadi, tetapi di SMP di kecamatanku. Kecewa pasti. Aku yang
masih kecil pun tak mau berpikir panjang dan sekolah saja.
Begitu
aku masuk SMP, aku mulai mengenal teman baru. Teman yang baik dan teman yang
kurang baik. Aku pun mulai melihat kondisi dan menilai lingkungan. Ada
seseorang yang sangat rajin organisasi. Entah kenapa, aku kurang suka
dengannya. Mungkin karena terlalu aktif, sok-sokan, atau apa lah. Seiring
berjalannya waktu, aku pun ikut organisasi. Sialnya, aku bersama orang yang
tidak ku suka ini. Pertama dia pun baik kepadaku. Aku pun masih menyimpan
ketidak sukaanku. Anehnya, sekarang dia menjadi sahabatku.
Begitu
juga saat masuk SMA, aku hanya ingin masuk SMA biasa saja. Rasanya tidak ada
keinginan untuk sekolah di kota lagi (takut tidak jadi seperti rencana dulu
mungkin). Aku pun tak menganggap penting
nama sekolah, asal bisa lanjut kuliah. Aku pun berencana melanjutkan di SMA
kecamatanku. Sudah mantap, tinggal daftar saja. Tapi, malah orang tuaku yang
tidak setuju. Aku di daftarkan di sebuah SMA favorit di kabupatenku. Ada tes
masuk juga, males kataku dalam hati. Tapi tak apa lah, membahagiakan orang tua.
Aku pun menjalani tes susah payah. Aku merasa tidak bisa. Memang benar-benar
sulit. Pesimis untuk bisa diterima. Entah kenapa saat pengumuman, aku diterima.
Alhamdulillah, berkat restu orang tua mungkin.
Memasuki
SMA, penyesuaian adalah hal biasa. Kaget juga dengan kehidupan kota. Biasa
sekolah di desa :D. Perkenalan dan saling mengenal. Lagi-lagi membenci
seseorang. Kasus yang sama, orangya rajin dan nilainya bagus. Iri pasti. Iri
dalam hal kebaikan tidaklah dilarang. Saat melihat dia, rasa malas pun melanda.
Anehnya, aku berjuang dengannya untuk mengharumkan nama sekolah dan dia menjadi
teman baikku.
Bimbang
rasanya saat lulus SMA, terutama memilih perguruan tinggi. Aku ingin menjadi
wirausahawan dan tak ingin menjadi PNS. Aku ingin hidup tanpa aturan-aturan
yang mengikat dalam bekerja dan bisa libur kapanpun ku mau. Bidikan perguruan
tinggi mulai meruncing. Aku ingin merantau. Merasakan indahnya tanah rantau
dengan kenangannya. Aku ingin melanjutkan di perguruan tinggi ternama di Jawa
Barat. Dan keinginanku sudah bulat. Saat teman-temanku sibuk konsultasi mengenai
perguruan tinggi, aku tenang-tenang saja. Keras kepala memang. Singkat cerita,
aku pun tidak diterima di perguruan tinggi ini di jalur SNMPTN. Putus asa
pasti, patah semangat tentu. Bangkit adalah hal yang terpenting. Aku mencoba
jalur tertulis, mendaftar di universitas ternama di Jawa Tengah pada pilihan
pertama dan universitas di dekat kotaku di pilihan kedua dan ketiga. Dasar
pemalas, aku baru belajar 2 hari sebelum ujian. Tidak siap untuk ujian pasti. Hari
ujian pun tiba, soal terasa sulit bagai mengejar matahari. Aku hanya
mengerjakan kurang dari setengah dari jumlah total soal. Itupun 75% mengarang
bebas menggunakan insting. Hal terbaik saat ujian adalah menjadi serigala. Dan saat
pengumuman, aku diterima di pilihan kedua, di universitas di kotaku. Aku pun
tak tahu kenapa diterima, padahal soal pun terasa seperti duri. Alhamdulillah. Tapi,
aku tidak merantau apabila kuliah disini. Aku pun mencoba mendaftar kuliah yang
pada saat itu masih buka. Sekolah yang mengatarkanku menjadi PNS (entah
kerasukan apa saat itu). Mencoba mendaftar dan memilih jurusan yang sama sekali
tidak ku kenal, hanya ikut teman saja. Aku meminjam buku ujian temanku. Sejak 2
bulan lau memang, tapi baru ku buka H-3 ujian. Aku pun merasa tidak siap, tapi
jalani saja lah. Hari tes tertulis tiba. Aku merasa kesulitan dalam bahasa
inggris dan TPA bagian sinonim antonym. Tak ada satupun yang ku tahu. Dengan
insting serigala, 90% soal ku kerjakan walaupun tak tahu kebenaran pastinya :D.
Dan Alhamdulillah lolos tahap ini. Tahap berikutnya adalah kebugaran kesehatan.
Aku pun latihan lari hanya sekali menjelang tes ini. Merasa pesimis. Jalani saja.
Dan Alhamdulillah lolos. Aku pun akhirnya memilih sekolah yang dulu tidak
kusukai. Dan aku menikmatinya hingga saat ini.
Entah
apa sebabnya, sesuatu yang kita benci selalu menjadi hal yang terbaik dalam
hidup ini. Sesuatu yang tak pernah ku inginkan sebelumnya, selalu menjadi
pelajaran berharga bagi hidup ini. Membenci sesuatu justru mendekatkan pada hal
itu. Sekolah yang tidak diinginkan menjadi pengantar menuju kesuksesan.
Seseorang yang dibenci menjadi teman yang memberi pelajaran hidup yang banyak.
Terima kasih sekolahku dan temanku. Terima kasih telah memberi pelajaran
mengenai indahnya hidup ini. Aku bangga menjadi bagian darimu. Aku ingin membahagiakanmu.
Ditulis
di Bintaro, 4 November 2014